Monday, January 26, 2015

SEDETIK


Gadis tersebut meraih diary dimeja yang ada disamping tempat tidurnya, ini sudah pukul 04.00 dinihari tapi pikirannya tak kunnjung ingin terlelap, terus bercakap dengan hati dan jiwanya, ia menatap dua tubuh penuh kelelahan, lelaki dan perempuan yang sedang tertidur lelap disampingnya masih dalam keadaan duduk dengan kepala mereka direbahkan ditempat tidurnya. Gadis tersebut terlihat sangat lemah, tubuhnya kurus kering dan tulang pipinya samar-samar menojol matanya tak bercahaya selayaknya gadis seusianya, dengan tangan kurusnya ia mulai menulis dalam diarynya:
“ sejak kecil aku percaya bahwa hidup adalah sebuah anugerah terindah yang harus selalu dinikmati dengan bermain dan bermain, melompat, bernyanyi,tertawa dan semuanya yang menyenangkan bahkan aku sering dikatakan cewek tomboi karena hobiku bermain bola dengan laki-laki yang menurutku sangat menyenangkan bisa berlari-lari daripada bermain dengan dengan boneka layaknya gadis seusiaku, so beautiful.., tapi bukan hidup jika semuanya berjalan begitu indah, tepatnya saat aku mulai menjadi siswi SMP, saat itu segala hal yang dilakukan anggota keluargaku adalah derita bagiku, adik laki-lakiku yang cengeng,kakak perempuan yang hobinya terus mangkal didepan cermin dasar pesolek, dan kakak laki-lakiku yang maniak komputer yang terus bicara tentang dunia komputer disetiap sekon hidupnya, ibu yang suka mengatur dan ayah yang selau marah jika aku pulang dari rumah teman terlalu malam, Aku dilahirkan dikeluarga yang salah, ini neraka. itulah yang selau kukatakan dalam hati setiap melihat tingkah mereka. Tapi cahaya memang tak penah hilang hanya akan sedikit terlambat,cahaya adalah saat aku dikenalkan dengan perasaan abstrak yang sangat sulit dijelaskan.CINTA.”
Gadis tersebut memegang kepalanya yang sedikit pusing karena mengingat saat itu,nafasnya ditarik dalam-dalam dan seperti ada kekuatan yang mengalir ia melanjutkan tulisannya
“ENO. Dialah orang yang membuat kehidupan saat itu menjadi lebih baik, seperti cahaya mentari pagi yang menghapus kegelapan sedikit demi sedikit. Saat itu Eno baru pindah kesekolahku saat semester II dikelas VII, Eno terlihat sangat mempesona saat itu bukan hanya aku tapi semua cewek dalam kelasku juga terpesona, dan saat itu aku merasa paling beruntung karena Eno ditempatkan disebelahku, sejak saat itu aku menjadi lebih dekat dengan Eno dari yang Cuma ngomong kalau perlu jadi ngbrol berjam-jam sepulang sekolah dan di telpon, dari yang Cuma ketemu kalau disekolah sampai ketemu dirumah untuk belajar bersama dan kamipun mulai menjalani sebuah hubungan yang sangat rumit, perasaan kami terus digantung karena tak ada diantara kami berdua yang berani untuk mengungkapkan rasa itu, begitulah kata temanku, dan bodohnya aku sepaham dengannya karena Eno terlihat sangat tidak senang bila aku didekati pria lain,ah... bodohnya aku saat itu. “
gadis tersebut memijit kepalanya pelan lalu kembali menulis,
“ namun seindah apapun mentari pagi pasti akan tiba saatnya ia terbenam dan menyisahkan malam yang temaram, setelah menjalani kisah yang rumit beberapa tahun bersama Eno, aku dan Eno akhirnya masuk ke Sma yang sama dan ditempakan dikelas yang sama, sungguh aku sangat bahagia waktu itu,tapi temaram itu kian pekat telah tiba, saat aku divonis dokter menderita penyakit aneh ini yang membuatku harus menginap dirumah sakit. yang bahkan aku sendiri Tak tahu namanya, orang tua selalu mengatakan aku baik-baik dan hanya butuh istiharat, tapi naluriku berkata lain, dari mata mereka tersimpan kekuatiran yang besar walau mereka selalu menutupinya dengan senyum mereka, apalagi sudah 6 bulan aku berada ditempat ini membuatku yakin aku tidak baik-baik saja.”
Gadis itu berhenti sejenak menatap tubuh lemas orang tuanya kedua ortunya dan kembali menulis
“sejak aku menderita penyakit ini teman-temanku banyak yang meninggalkan aku bahkan Eno yang dulu sering menjengukku kini tak pernah datang lagi, aku mulai sadar kalau Eno tak pernah punya perasaan padaku kalaupun ada mungkin hanya kagum dengan diriku,tapi kagum pada apa? Pada wajahku, ah... wajahku tak semanis model iklan,kepintaranku?aku bukanlah siswi yang pandai,walaupun aku dijuluki siluman Matematika, tapi itu tak penting lagi, ilmuku tak mampu merumuskan apa-apa terkait penyakitku, ilmu pengetahuan yang ku pelajari tak berdaya saat aliran waktu memberi tegukan kepahitan.”
“Tapi tak apa Tuhan masih sangat baik padaku walau masih sulit kuterima kalau Eno sudah meninggalkan aku, Tuhan masih sangat baik padaku, keluarga yang aku anggap menyebalkan ini terus ada didekat memberi dorongan untukku, Ayah dan ibu rela meninggalkan segala rutinitas mereka demi terus berada disisiku, kedua kakak dan adek kecilku yang selalu datang menjengukku sepulang sekolah, Doa dan perhatian mereka membuatku belajar tentang ketulusan cinta yang sebenarnya, keluarga ini, keluarga yang dulu amat kubenci, dari merekalah aku merasakan tulus dan arti cinta bagi kehidupan ini bukan dari ilmu pengetahuan, bukan dari temanku dan juga bukan dari Eno tapi dari keluarga ini sebagai saluran cinta Tuhan.”
Gadis tersebut mememijit kepalanya lagi, kepalanya kembali pusing bahkan lebih parah dari sebelumnya, ia menarik nafasnya mencoba meberi kekuatan pada tubuh terutama tangannya yang makin lemah untuk memegang pulpen lalu ia kembali menulis,
“ terimah kasih......” pulpen tersebut terjatuh dari tangannya dan membangunkan kedua orang tuanya, deretan huruf didepannya mulai mengabur tak terbaca, ia  tak punya kekuatan lagi untuk menopang tubunya dan ia terebah ditempat tidur,
Melihat hal itu ibunya panik dan terus memanggil dokter, ayahnya berlari mencari dokter, dan wajah panik ibunya yang selalu disembunyikan terlihat olehnya walau terlihat samar.Dokter berusaha dengan sekuat tenaga tapi tak mampu menyelamatan nyawa gadis tersebut.
 sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya ia membatin kalimat-kaliamat yang tak sempat ia tuliskan, “teriamah kasih untuk kesempatan hidup dari Tuhan, selamat tinggal untuk tawa dan airmata yang pernah ada dalam hidupku, terimah kasih atas segala hal terutama cinta dan kasih yang telah kalian beriakan, keluargaku. Aku akan menunggu kalian agar dapat berbagi cinta lebih lama dengan kalian tapi jangan datang terlalu cepat biarlah rindu berakar dalam hati kita, sekali lagi terimah kasih untuk waktu yang telah kalian beriakan, tiap doa dan perhatian dalam semua lusinan jam yang telah diberiakan padaku walau semuanya terasa seperti hanya sedetik.”
By: Dwi alendra ipang selly

Kemarin

12 November, pukul 00.33, ini bukanlah waktu yang tepat untuk menyeduh kopi dan mengetik kalimat ini, bukan waktu yang tepat untuk me...